PAREPARE - Sebagai bangsa yang besar, Indonesia patut berbangga karena memiliki beragam budaya yang kental yang membentuk karakter masyarakatnya hingga saat ini.
Berbicara soal Budaya Indonesia, tak bisa dipisahkan dari keberadaan Suku Bugis yang masuk kedalam suku paling berpengaruh di Indonesia. Dalam sejarahnya suku bugis dikenal dengan kekayaan klasiknya. Sebutlah, salah satunya iyalah LaGaligo. Sering dikenal dengan nama lain Sureq Galigo karya sastra dari tanah Bugis yang telah diakui UNESCO sebagai Memory Of The WorWorid.
Seperti yang diketahui bahwa. Sejak berabad tahunyang lalu, Suku bugis dikenal senang menulis, hal ini tercatat dalam sejarah penemuan tulisan-tulisan kuno yang tertuan dalam daun Lontar yang kini dikenal dengan bahasa lontara dan aksara lontara.
Sayangnya, sejalan dengan perkembangan zaman modern, pengetahuan lokal perihal teks - teks bahasa kuno kian pudar ditambah rendahnya tingkat pemahaman muda mudi terkait bahasa aksara lontara sehingga membuat budaya lokal bugis mengalami erosi.
Berdasarkan hasil survay singkat yang dilakukan Dompet Dhuafa, 85℅ pemuda di Sulawesi Selatan menyatakan, pernah belajar aksara lontara namun 60℅ diantaranya mengaku tidak pernah membaca dan menulis aksara lontara lagi.
Untuk memupuk kembali litersi nenek moyang Suku Bugis, Dompet Dhuafa melestarikan aksara lontara dengan menggaet para pemuda serta sekaligus mengajak mereka menulis karya mereka sendiri dengan tulisan aksara lontara melalui program Serambi Budaya.
Serambi Budaya dilaksanakan di berbagai cabang Dompet Dhuafa dan salah satu yang diluncurkan pada (29/1/2022) di Parepare Sulawesi Selatan yang terdiri dari 2 sub program kelas yaitu Kaligrafi dan Kelas Baca Tulisan Lontara.
Adapun kelas untuk Kaligrafi akan dilaksanakan pada bulan Mei 2022 selama 12 kali pertemuan dengan hasil akhir nanti para peserta berkesempatan mendapatkan gratis untuk mengikuti lomba baca dan kaligrafi.
Program Seranbi Budaya hadir sebagai salah satu upaya pelestarian kebudayaan bugis. Berangkat dari kondisi srmakin berkurangnya anak muda yang mampu membaca aksara lontara. Dompet Dhuafa Sulsel menginisiasi kelas aksara lontaradengan harapan dapat menjadi ruang belajar bersama agar menciptakan kesadaran akan pentingnya melestarikan nilai - nilai budaya yangmasyarakat miliki.
Lontara" oleh Dompet Dhuafa Sulsel yang dilaksanakan selama satu tahun kedepan dengan menghadirkan kebudayawan lokal yaitu Andi Oddang Opu To Sessungriu, Rahmaniar sebagai Aktivis Aksara Lontara. Hadir pula Ksbid Kebudayaan Parepare, Mustadirham.
Sebagai penutup, terdapat pepatah bugis yang mengatakan, "PAKKIADE'I Paddisengen'e Akkamalekengngi RI decengnge namappapole onro RI lalenna sitinajae" artinya; Hargai ilmu pengetahuan, amalkan pada kebaikan dan tempatkan sebagaimana mestinya. ( Nur Arif) Parepare Sulsel